KETERKAITAN ANTARA BAHASA DAN PIKIRAN
A.
Latar
belakang masalah
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu
termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan
memungkinkan peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Bahasa adalah media
manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual
ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini
maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu
tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Surya Sumantri,
1998).
Materi bahasa bisa
dipahami melalui Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh
Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya
menghasilkan teori-teori bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai
pembelajar bahasa, (1998: 2). Siswa sebagai organisme dengan segala prilakunya
termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa
dipahami oleh linguistik, tetapi hanya bisa dipahami melalui ilmu lain
yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas dasar hal tersebut
muncullah disiplin ilmu yang baru yang disebut Psikolinguistik atau
disebut juga dengan istilah Psikologi Bahasa.
Terkait dengan hal di
atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan
bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecakan
persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menyandi
peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu
mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena
bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan
segala pemikiran.
Berdasarkan pemikiran di atas , dapat
dikatakan keterkaitan antara bahasa dan pikiran adalah sebuah tema yang sangat
menantang dalam dunia kajian psikologi. Maka dari itu, penulis berupaya
mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan konsep dari
beberapa ahli yang berhubungan dengan disiplin ilmu ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang dipaparkan di atas, rumusan masalah yang akan dibahas,
yaitu
- Bagaimanakah hakikat psikolinguistik yang
sesungguhnya?
- Bagaimana keterkaitan antara bahasa dan pikiran?
C.
Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut,
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan:
- hakikat psikolinguistik yang sesungguhnya,
- keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikolinguistik
Psikologi berasal dari
bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal
dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang
berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu.
Jadi, secara etimologi psikologi sosial ilmu jiwa.
Linguistik
adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah
(Kridalaksana, 1982: 99). Sejalan dengan pendapat di atas Martinet
mengemukakan (1987: 19) mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah
ilmiah mengenai bahasa manusia.
Secara lebih rinci
dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas,
1988: 10) dinyatakan linguistics is the study of human speech including the
units, nature, structure, and modification of language ‘linguistik adalah studi
tentang perkataanmanusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, struktur, dan
perubahan-perubahan bahasa’.
Untuk lebih jelasnya,
mengenai pengertian psikolinguistik berikut ini dikemukakan beberapa definisi
psikolinguistik.
Aitchison
(Dardjowidojo,2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang
bahasa dan minda. Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003: 2)
mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the
human mind and language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak
manusia dengan bahasa’. Minda atau otak beroperasi ketika terjadi pemakaian
bahasa. Karena itu, Harley (Dardjowidjojo,2003: 7) berpendapat bahwa
psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian
bahasa.
Sebelum menggunakan
bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan
ini Levelt (Marat,1983: 1) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah
suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia.
Kridalaksana (1982:
140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu
yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi
manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh.
Dalam proses berbahasa
terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat.
Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa psikolinguistik
adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para
pembicara/pemakai bahasa membentuk/ membangun kalimat-kalimat bahasa
tersebut.
Sejalan dengan pendapat
di atas Slobin (Chaer,2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba
menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan
kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana
kemampuan bahasa diperoleh manusia. Secara lebih rinci Chaer (2003: 6)
berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur
bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur,
dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.
Pada hakikatnya dalam
kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.
Dalam kaitan ini Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics
is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to use
language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the
way in which language is produce and understood ‘Psikolinguistik
adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan
bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran.
B. Keterkaitan Antara Bahasa dan
Pikiran
Pada hakikatnya dalam
kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.
Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental
yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi
atau memahami perkataan.Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi
proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Perkataan
merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan
pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau
hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa
bahasa lisan maupun bahasa tulis,
sebagaimana dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5)
bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa,
yaitu studi mengenai sosial-sistem bahasa yang ada pada manusia yang
dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana
ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara
tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa
yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan keterampilan
berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Semua bahasa yang
diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu,
Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa psycholinguistics is the
study of relations between our needs for expression and communications and the
means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘psikolinguistik
adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk
berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita
melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.
Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam
kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah
bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki
orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia.
Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan
berkata.
Perilaku yang tampak
dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau
ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah
perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga
menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan
atau ditulisnya.
Beberapa ahli mencoba
memaparkan bentuk hubungan antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan
lagi, bagaimana bahasa mempengaruhi pikiran manusia. Dari banyak tokoh yang
memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan
Edward Saphir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti
dalam meneliti hubungan bahasa dan pikiran.
Saphir dan Whorf
mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk
dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Saphir dan Whorf menguraikan
dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
1.
Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis
yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan
perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa
menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2.
Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang
menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan
menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan
oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Untuk
memperkuat hipotesisnya, Saphir dan Whorf memaparkan beberapa contoh. Salah
satunya contoh yang diambil dari kata Salju.Whorf mengatakan bahwa sebagian
besar manusia memiliki kata yang sama untuk menggambaran salju. Salju yang baru
turun dari langit atau pun salju yang sudah mengeras dan salju yang sudah
meleleh. Semua obyek salju tersebut tetap saja dinamakan salju. Berbeda dengan
kebanyakan masyarakat, orang-orang Eskimo memberikan lebel yang berbeda pada
obyek salju tersebut. Uraian tersebut kemudian disanggah oleh Pinker (dalam
schlenker, 2004) yang mengatakan bahwa pikiran orang Eskimo sama dengan
pemikiran kebanyakan orang.
Bahasa bagi Whorf pemandu
realitas sosial dan mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan
proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam
dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan
oleh ocial-simbol bahasa tertentu yang menjadi medium komunikasi sosial. Tidak
ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat
tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan
tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa
pandangan manusia tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa
berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu
menyaring sensori yangmasuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang
dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda
memiliki perbedaan sensori pula (Rakhmat, 1999).
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa dengan
karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara
maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak ataupun membaca.
Psikolinguistik adalah ilmu yang
mempelajari perilaku berbahasa, baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang
tidak tampak
Dapat disimpulkan ruang
lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa,
pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean, hubungan antara
bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan
dengan hal ini Yudibrata, (1998: 9) menyatakan bahwa Psikolinguistik
meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak,
pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara
berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding
(penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan
pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Chaer. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Soenjono Dardjowidjojo. 2003. Psikolinguistik:
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Widhiarso, W. (2005). Pengaruh bahasa terhadap pikiran
kajian hipotesis Benyamin Whorf dan Edward Sapir, http://semangatbelajar.com, 3
Mei 2011
Komentar
Posting Komentar