Makalah : Media Critical Theory
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Teori media kritis akarnya berasal dari aliran ilmu-ilmu
kritis yang bersumber pada ilmu sosial Marxis. Beberapa tokoh yang
mempeloporinya antara lain Karl Mark, Engels (pemikiran klasik), George Lukacs,
Korsch, Gramschi, Guevara, Regis, Debay, T. Adorno, Horkheimer, Marcuse,
Habermas, Altrusser, Johan Galtung, Cardoso, Dos Santos, Paul Baran Samir Amin,
Hamza Alavi (pemikiran modern). Ilmu ini juga disebut dengan emancipatory
science (cabang ilmu sosial yang berjuang untuk mendobrak status quo dan
membebaskan manusia, khususnya rakyat miskin dan kecil dari status quo dan
struktur sistem yang menindas).
Teori kritis adalah sebutan untuk
orientasi teoritis tertentu yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi
oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan
dikembangkan oleh Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik
dalam filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant.
Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap
filsafat yang ”dilahirkan” di Frankfurt.
Sekelompok orang yang kemudian
dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yang mengembangkan
analisis tentang perubahan dalam masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan
kelanjutan dari teori klasik Marx. Mereka yang bekerja institut penelitian ini
diantaranya Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di
akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat
karena tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung
budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa
lainnya. Di Amerika saat itu, produksi media hiburan dikontrol oleh
korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan
budaya massa komersial, yang merupakan ciri masyarakat kapitalis dan, kemudian,
menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi
tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk
industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.
Tokoh lain yang kemudian menjadi
identik dengan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan
Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan kembali
oleh Horkheimer dan Adorno, pada dekade pasca perang dunia kedua. Tulisan ini
berusaha memaparkan teori kritis dengan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang
pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yang kedua adalah
penerus yang membaca dan mengkontekstualisasi ulang teori kritis di zaman yang
lazim di sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi
teori kritis dalam konteks pemikiran filsafat.
Beberapa teori studi budaya
(cultural studies) dan ekonomi politik juga bisa dikaitkan dengan teori kritis.
Sebab, teori-teori itu secara terbuka menekankan perlunya evaluasi dan kritik
terhadap status quo. Teori kritis membangun pertanyaan dan menyediakan
alternatif jalan untuk menginterpretasikan hukum sosial media massa.
Beberapa penganjur teori
kritis mengatakan bahwa media secara umum mengukuhkan status quo, bahkan mungkin secara khusus, ketika
status quo itu dibawah tekanan atau tidak bisa berubah. Teori kritis sering
menyediakan penjelasan yang kompleks pada kecenderungan media untuk secara
konsisten mengerjakan itu.
Beberapa pengajur teori kritis mengidentifikasi
ketidakbebasan para praktisi media yang membatasi kemampuannya untuk melawan
kekuasaan yang mapan. Mereka menilai bahwa ada beberapa dorongan untuk
menyokong para profesionalis media untuk menanggulangi ketidakbebasan itu dan
para praktisi media secara terus menerus gagal untuk menjawabnya.
Teori kritis sering
menganalisis secara khusus lembaga sosial, penyelidikan luas untuk yang dinilai
objektif adalah mencari dan mencapai. Media massa dan budaya massa telah
mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori kritis. Bahkan ketika
media massa tidak melihat sebagai sumber masalah khusus, mereka dikritik untuk
memperburuk atau melindungi masalah dari yang diidentifikasi atau disebut dan
dipecahkan.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini secara garis besar rumusan
masalahnya adalah :
1. Mengetahui
pengertian media critical theory
2. Mengetahui
contoh kasus yang termasuk dalam media critical theory yang
terjadi di Indonesia :
a. Pencekalan
konser Lady Gaga di Indonesia
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Komunikasi Massa.
2. Memahami
media critical theory.
3. Sebagai
penambah ilmu dan wawasan bagi kita semua khususnya dalam bidang Komunikasi
Massa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori kritis melihat bahwa media
tidak lepas kepentingan, terutama sarat kepentingan kaum pemilik modal, negara
atau kelompok yang menindas lainnya. Dalam artian ini, media menjadi alat
dominasi dan hegemoni masyarakat. Konsekuensi logisnya adalah realitas yang
dihasilkan oleh media bersifat pada dirinya bias atau terdistorsi.
Teori
media kritis berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa
selalu saja ada struktur sosial yang tidak adil. Teori media kritis berhubungan
dengan berbagai topik yang relevan, termasuk bahasa, struktur organisasi,
hubungan interpersonal, dan media. Komunikasi itu sendiri menurut perspektif
kritis merupakan suatu hasil dari tekanan (tension) antara kreativitas individu
dalam memberi kerangka pada pesan dan kendala-kendala sosial terhadap
kreativitas tersebut.
Dalam hubungannya dengan penelitian
komunikasi, aliran kritis memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
1. Aliran Kritis lebih menekankan pada
unsur-unsur filosofis komunikasi. Pertanyaan-pertanyaan
yang sering dikemukakan oleh kaum kritis adalah siapa yang mengontrol arus
komunikasi? siapa yang diuntungkan oleh arus dan struktur komunikasi yang ada?,
ideologi apa yang ada dibalik media?.
2. Aliran Kritis melihat struktur sosial
sebagai konteks yang sangat menentukan realitas, proses, dan dinamika
komunikasi manusia. Bagi aliran ini, suatu penelitian komunikasi manusia,
khususnya komunikasi massa yang mengabaikan struktur sosial sebagai variabel
berpengaruh, dikatakan bahwa penelitian tersebut a-historis dan a-kritis.
3. Aliran Kritis lebih memusatkan perhatiannya
pada siapa yang mengendalikan komunikasi. Aliran ini beranggapan bahwa
komunikasi hanya dimanfaatkan oleh kelas yang berkuasa, baik untuk
mempertahankan kekuasaannya maupun untuk merepresif pihak-pihak yang
menentangnya.
4. Aliran Kritis sangat yakin dengan anggapan
bahwa teori komunikasi manusia, khususnya teori-teori komunikasi massa, tidak
mungkin akan dapat menjelaskan realitas secara utuh dan kritis apabila ia
mengabaikan teori-teori tentang masyarakat. Oleh karena itu, teori komunikasi
massa harus selalu berdampingan dengan teori-teori sosial (Akhmad Zaini Abar,
1999:54)
Teori
kritis melihat bahwa media adalah pembentuk kesadaran. Representasi yang
dilakukan oleh media dalam sebuah struktur masyarakat lebih dipahami sebagai
media yang mampu memberikan konteks pengaruh kesadaran (manufactured consent).
Dengan demikian, media menyediakan pengaruh untuk mereproduksi dan
mendefinisikan status atau memapankan keabsahan struktur tertentu. Inilah
sebabnya, media dalam kapasitasnya sebagai agen sosial sering mengandaikan juga
praksis sosial dan politik.
Menurut
perspektif teori ini, media tidak boleh hanya memberikan fakta atau kejadian
yang justru memperkuat status quo. Media harus mengkritisi setiap ketidakadilan
yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini, media tidak boleh tunduk pada pemilik
modal yang kadang ikut menhegemoni isi medianya.
Bagi
para wartawan ketika dihadapakan pada fakta di lapangan, ia tidak hanya mendasarkan
informasi-informasi resmi dari pemerintah. Yang justru di tuntut adalah ia
melakukan investigasi mendalam sebab akibat munculnya ketidakadilan itu beserta
dampak yang ditimbulkannya.dalam hal ini, keterangan resmi pemerintah sering
kali mengukuhkan status quo.
Teori
kritis media tidak mudah diwujudkan. Mainstream
pemikiran masyarakat masih didominasi oleh ilmu soial liberal yang juga disebut
repressive science (cabang ilmu
sosial yang melegitimasi status quo dan struktur penindasan lewat dominasi,
kontrol, dan pengendalian terhadap sistem). Aliran Teori ini sangat dipengaruhi
oleh ajaran fungsionalisme yang memandang masyarakat sebagai wujud dan
konsensus nilai dengan menekankan stabilitas dan kesembangan.
Pemerintah,
biasanya akan mementingkan stabilitas dan kesatuan dengan memendang sebelah
mata konflik, tuntutan dan pergolakan yang justru menjadi sasaran teori kritis.
Para
pemilik modal lebih menekankan orientasi pasat untuk mecari untung
sebanyak-banyaknya. Mereka tidak peduli apa yang disajikan medianya, yang
penting bisa memberikan keuntungan besar. Para wartawan dan karyawan bisa juga
dituntut untuk mengikuti kebijakannya. Disinilah media massa yang sudah
mempunyai sistem kuat sangat sulit untuk mempraktikan semangat teori kritis
media karena hegemoni kekuasaan dalam sistem sangat kuat.
B.
Contoh
Kasus
1. Pencekalan
konser Lady Gaga di Indonesia
Konser Lady Gaga yang dijadwalakan
pada tanggal 3 Juni 2012, hampir dipastikan gagal. Karena dari pihak Polda Metro Jaya tidak akan memberikan izin pelaksanaan konser
Lady Gaga: Born This Way Born Ball Tour, di Stadion
Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta.
Kehadiran Lady Gaga ke Jakarta menuai protes dari Front Pembela
Islam (FPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengklaim aksi panggungnya menampilkan
tarian seronok dan melanggar kesopanan dan asusila sehingga berdampak pada
moral bangsa.
Banyak pihak
yang merasa dirugikan terkait dengan batalnya konser penyanyi mancanegara ini. Tiket konser yang telah terjual sebanyak 2.000 tiket terancam dibatalkan.
Masalah ini memang sarat isu dan muatan
sehingga mudah sekali mengembuskan apa saja untuk memanas-manasinya. Isu agama di Indonesia memang sangat sensitif. Maka akhirnya Ormas Muslim dituding mengintervensi negara untuk
membatasi hak berekspresi, sementara di beberapa negara tetangga ada juga warga
non Muslim yang juga menyuarakan penolakan.
Kesan yang muncul kemudian adalah perang argumentasi antara “Ormas Islam”
lawan “Pendukung Konser Lady Gaga” yang sebagian Musim juga. Ketika Ormas
Islam beralasan bahwa artis itu mengubar aurat, lawannya berdalih bahwa
itu adalah sebuah karya seni yang harus diapresiasi.
Dan ketika media massa
elektronik, televisi membuka dialog antar pihak, yang menolak
semakin tegas menolak seolah Lady Gaga itu pembawa bencana, yang mendukung merasa semakin
diperlakukan semena-mena seolah-olah tiada yang lebih penting dari nonton
Lady Gaga.
Media massa menonjolkan isu Pencekalan Konser Lady Gaga
di Indonesia secara terus-menerus menentang Otoritas keberadaan elite yang mentang,
media massa tidak mendukung status quo (pihak yang berkuasa), dan ini yang
menjadi tujuan teori kritis media.
Media
massa terus mempertanyakan alasan tidak diberikan izin konser kepada pihak
status quo, sehingga kasus ini terus meluas. Menampilkan beberapa pendapat setiap
kalangan sampai DPR pun ikut sibuk memanggil pihak Polisi Metro Jaya untuk
dimintai kejelasan. Sampai akhirnya berita ini ikut dimuat di media-media
internasional seperti CNN, ABC, BBC, MTV dan TIME
Bila
dilihat dari kasus tersebut, peran media massa sangangtlah besar, media massa
berperan mengontrol arus komunikasi. Pihak yang diuntungkan atas pemberitaan
ini jelas memihak promoter, para penggemar lady Gaga yang memiliki tiket dan
pihak lady Gaga sendiri. Dan yang disebut sebagi pihak berkuasa (status quo)
yaitu Polda Metro Jaya, Organisasi Islam yang menentang yaitu FPI dan MUI.
Teori
kritis memberikan perhatian yang sangat besar pada alat-alat komunikasi dalam
masyarakat. Komunikasi merupakan suatu hasil dari tekanan antara kreativitas
individu dalam memberikan kerangka pada pesan dan kedala-kendala sosial
terhadap kreativitas tersebut. Hanya jika individu benar-benar bebas untuk
megespresikan dirinya dengan kejelasan dan penalaran, maka pembebasan akan
terjadi, dan kondisi tersebut tidak akan terwujud sampai munculnya suatu tatan
masyarakat yang baru.
Dengan
menggunakan teori kritis terhadap media diharapkan arus informasi dan
berita-berita yang di terbitkan lebih sehat dan tidak memihak kepada yang
memiliki pengaruh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
Media Kritis atau Media Critical Theory memiliki pengaruh besar dalam menjaga
stabilitas informasi yang terjadi di media massa, teori ini memiliki pandangan
dan ramalan yang jelas, sehingga Media Critical Theory layak untuk disebut
sebagai Teori.
DAFTAR
PUSTAKA
http://komhum.blogspot.com/2012/02/teori-media-kritis-media-critical.html. Sabtu 19 Mei 2012,
Jam 23.00 WIB
Izin copas terimakasih
BalasHapusIzin copas terimakasih
BalasHapus