Sistem Komunikasi Indonesia (7)


Model Arus Komunikasi + Pemuka Pendapat


A. Model Proses Komunikasi Massa
           Dalam proses komunikasi dikenal empat model arus arus alir pesan, yakni: model jarum injeksi; model alir satu tahap; model alur dua tahap; dan model alir banyak tahap (Sarjono, dalam Nurudin 2004). Masing-masing model mempunyai ciri khas dan pola yang berbeda satu sama lain sehingga berbeda pula dalam arus peredaran komunikasinya.
1.      Model jarum injeksi.
Model ini mengatakan arus komunikasi berjalan satu arah, dari media massa ke khalayak. Dasar pemikiran ini beranggapan bahwa khalayak bersikap pasif terhadap berbagai informasi yang disiarkan media massa, dan media massa mempunyai kekuatan yang besar dalam mempengaruhi khalayak. Elihu Katz (dalam Nurudin, 2004) menyebutkan ciri-ciri dari model ini:
a.      media massa media massa mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk memperdaya khalayaknya;
b.      mass audience dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain serta tidak saling berhubungan dengan media massa. Kalaupun individu-individu dalam mass audience mempunyai pendapat yang sama tentang suatu persoalan, hal ini bukan karena mereka berhubungan atau berkomunikasi satu dengan yang lain, melainkan karena mereka memperoleh pesan yang sama dari satu media.
2.      Model alir satu tahap.
Model ini hampir menyerupai model jarum injeksi. Kesamaannya, saluran media massa langsung berhubungan dengan khalayaknya. Perbedaannya antara dua model ini adalah sebagai berikut:
a.      Model alir satu tahap mengakui media massa bukanlah all powerfull dan tidak semua media mempunyai kekuatan yang sama. Sedangkan model jarum injeksi mengakui media massa adalah all powerfull dalam mempengaruhi khalayaknya;
b.      Model jarum alir satu tahap memaklumi adanya proses seleksi pesan yang berbeda-beda antar individu, model jarum injeksi beranggapan sistem seleksi pada khalayak adalah sama; c. Model alir satu tahap mengakui adanya perbedaan efek yang terjadi pada khalayak, model jarum injeksi berasumsi bahwa pesan yang sama akan menimbulkan efek yang sama pula.
3.      Model alir dua tahap.
Model ini mengasunsikan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai khalayak. Tahap pertama adalah pesan media kepada pemukapendapat (opinion leader), sedangkan tahap kedua adalah pesan pemukapendapat kepada pengikut-pengikutnya (followers). Asumsi model ini adalah para follower dianggap tidak banyak bersentuhan dengan media massa, sedangkan pemukapendapat lebih banyak bersentuhan dengan media massa. Juga pemukapendapat dianggap lebih (karena mempunyai kelebihan) dibanding follower-nya.
4.      Model alir banyak tahap. Pada prinsipnya, model ini merupakan gabungan dari semua model yang sudah disebutkan di atas. Model ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa menyebar ke khalayak melalui interaksi yang kompleks. Media mencapai khalayak dapat scara langsung atau tidak langsung melalui relaying (penerusan) secara beranting, baik melalui pemukapendapat-pemukapendapat maupun melalui situasi saling berhubungan antara sesama anggota khalayak.

B. Pemuka pendapat
            Istilah pemuka pendapat menjadi perbincangan dalam literatur komunikasi sekitar tahun 1950-1960an. Sebelumnya dalam literatur komunikasi sering digunakan kata-kata influentials, influencers atau tastemakers untuk menyebut pemukapendapat. Kata pemukapendapat kemudian lekat pada kondisi masyarakat di pedesaan, sebab tingkat media exposure-nya masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang masih memprihatinkan. Akses ke media lebih dimungkinkan dari mereka yang memiliki tingkat pemahaman tinggi dan kebutuhan akan media tidak rendah. Melalui informasi dari merekalah kadang perkembangan kontemporer diketahui masyarakat. Mereka secara tidak langsung menjadi perantara (bahkan penerjemah pesan) berbagai informasi yang diterima olehnya kemudian diteruskan kepada masyarakat. Pihak yang sering terkena media exposure di masyarakat desa kadang diperankan oleh pemukapendapat. Mereka ini sangat dipercaya disamping juga menjadi panutan, tempat bertanya dan meminta nasihat bagi anggota masyarakat.
            Pemuka pendapat biasanya berbeda dari follower mereka dalam beberapa hal dan mereka cenderung berinteraksi dengan follower yang ciri-cirinya mirip dengan mereka sendiri. Penelitian-penelitian empiris baik di negara maju maupun negara yang belum maju menunjukkan kontak anggota masyarakat dengan pemukapendapat lebih sering terjadi dengan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Berstatus sosial yang lebih tinggi.
2.      Partisipasi sosialnya tinggi.
3.      Lebih tinggi pendidikan dan tingkat kemelekhurufannya.
4.      Lebih kosmopolitan (Rogers dan Shoemakers, 1983).
            Ada dua pengelompokan pemuka pendapat berdasarkan aktif dan tidaknya dalam perilaku. Pertama, pemukapendapat aktif (opinion giving), yaitu pemukapendapat yang sengaja mencari penerima atau follower untuk mengumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi. Kedua pemukapendapat pasif (opinion seeking), yaitu pemukapendapat yang dicari oleh followernya. Dalam hal ini follower aktif mencari sumber informasi kepada pemukapendapat sehubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
            Merton (1946) menyatakan bahwa ditinjau dari penguasaan materinya, pemukapendapat dapat digolongkan menjadi menjadi dua. Pertama monomorfik, yaitu pemukapendapat yang hanya menguasai satu permasalahan saja. Kedua, polimorfik yaitu pemukapendapat yang menguasai lebih dari satu permasalah.
             Nurudin (2004) mengemukakan beberapa ciri pemuka pendapat beserta proses komunikasinya yang dijalankannya sebaga berikut:
1.      Komunikasi interpersonal mempunyai struktur jaringan yang lebih (umpamanya kerabat, keluarga besar, suku, dan sebagainya) yang sangat kuat, karena ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan setempat yang telah lama tertanam, dan setiap struktur ini mempunyai pemimpin-pemukapendapat.
2.      Komunikasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh ciri-ciri sistem komunikasi feodal. Ada garis hierarki yang ketat sebagai bawaan dari sistem sosial tradisional, pemuka pendapat sudah tentu dan mempunyai pengaruh yang jelas sementara arus komunikasi cenderung berjalan satu arah.
3.      Pemuka pendapat-pemuka pendapat dianggap telah dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing dalam pranata-pranata informal yang telah berakar dalam masyarakat seperti alim ulama, pemuka adat, guru swasta, atau pendidikan informal, dukun, dan sebagainya.
4.      Sejalan dengan itu jaringan komunikasi yang ada dalam masyarakat juga dengan sendirinya dianggap telah dikenali pula, yaitu jaringan yang berkaitan dengan masing-masing jenis pranata atau pemukapendapat tersebut, seperti jaringan atau jalur komunikasi keagamaan, adat, pendidikan formal, kesehatan tradisional, dan lain-lain sebagainya.
5.      Pemuka pendapat-pemuka pendapat tidak hanya mereka yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat tetapi juga pemukaformal, termasuk yang menempati kedudukan karena ditunjuk dari luar (pamong praja, dokter, penyuluh pertanian, dan sebagainya).
6.      Pemukapendapat di Indonesia dianggap bersifat polimorfik, yaitu serba tahu atau tempat menanyakan segala hal. Adanya asumsi ini terlihat dari kecenderungan untuk menyalurkan segala macam informasi (politik, pertanian, keluarga berencana, wabah, dan sebagainya) kepada para pemukapendapat yang sama.
7.      Pemukapendapat pasti akan meneruskan informasi yang diterimanya kepada pengikutnya, meskipun dengan perubahan-perubahan. Terkandung pula dalam hal ini adalah bahwa pemukapendapat cukup dengan dengan jaringan pengikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah : Media Critical Theory

MAKALAH TWITTER

Teori Komunikasi BAB III Tradisi-tradisi Komunikasi (Semiotika, Fenomenologi, Sibernetika, Sosiopsikologi)